Rabu, 23 Januari 2013

Gambaran Umum Tentang Mahar Dalam Pernikahan


Oleh : Sdr. Badi'uzzaman
ABSTRAKSI

Perkembangan dibidang ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat. Salah satunya adalah dibidang kedokteran, yakni penemuan teknik transplantasi organ. Transplantasi termasuk inovasi alternatif dalam dunia kedokteran modern yang semakin marak dan menjadi sebuah tantangan medis, baik dari upaya pengembangan maupun ramainya polemik yang menyangkut hukum, khususnya hukum syari’ah Islam. Karena adanya rasa ingin tahu tentang hukum transplantasi organ jika dijadikan mahar dalam pernikahan.
 Pembuatan makalah ini berjenis penelitian kepustakaan. Maka teknik pengumpulan datanya adalah dengan cara beberapa literatur untuk dipelajari dan mencatat bagian-bagian penting dari leteratur tersebut untuk kemudian diklasifikasikan sesuai dengan objek permasalahan dan pembahasan yang diangkat dalam makalah ini. Sedangkan teknik yang digunakan adalah deskriptik analitik, yakni dengan mengumpulkan data-data yang ada kaitannya dengan permasalahan yang sedang dibahas. Lalu disususn, dijelaskan dan dianalisis secara kritis.Serta deskritif deduktif, yakni dengan metode pengumpulan data guna menjelaskan secara teratur, sistematis, faktual dan akurat, terhadap fakta-fakta yang kemudian bisa ditarik kesimpulan dari bentuk umum ke husus dan menuai hasil yang tentunya dapat dipertanggungjawabkan.
Hasil temuan analisa mengungkap hukum transpalntasi organ tubuh. karena didalam permasalahan ini terdapat illat yang merupakan titik temu antara asl dan far’, yang mana nantinya menjadikan hukum transplantasi organ bisa dijadikan mahar dalam pernikahan, ketika transplantasi organ telah layak dijadikan mahar, maka barulah permasalahan ini dapat diterapkan dalam dunia kekinian. Dijelaskan dengan cukup sistematis dan jelas bahwa transplantasi organ bisa dijadikan mahar dalam pernikahan.
Kata Kunci: Transplant organ tubuh, Mahar, Qiyas.









BAB I
Latar Belakang Permasalahan

Perkembangan dibidang ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat. Salah satunya adalah dibidang kedokteran, yakni penemuan teknik transplantasi organ. Yaitu pemindahan organ tubuh yang masih mempunyai daya hidup sehatuntuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat atau tidak berfungsi dengan baik.[1] Secara faktual, hal sangat berguna dan dapat membantu kesembuhan bagi mereka yang sebagian organnya sakit atau tidak berfungsi dengan baik untuk digantikan organ lain baik dari dirinya sendiri, organ manusia lain, bahkan organ hewan.
Transplantasi termasuk inovasi alternatif dalam dunia kedokteran modern yang semakin marak dan menjadi sebuah tantangan medis, baik dari upaya pengembangan maupun ramainya polemik yang menyangkut hukum, khususnya hukum syari’ah Islam.
Makalah ini ditulis, selain untuk tuntutan sebagai tugas, juga  karena adanya rasa ingin tahu tentang hukum transplantasi organ jika dijadikan mahar dalam pernikahan, secara ringkas. Dengan menggunakan pendekatan kaidah-kaidah umum, seperti qiyas, dan kaidah lain. Dengan harapan menghasilkan penyelesaian bisa dipertanggung jawabkan.
·         Rumusan masalah
1.      Bagaimana bentuk mahar yang di gambarkan dalam nash-nash hukum Islam?
2.      Apakah organ tubuh bisa diqiyaskan dengan harta dan jasa?
3.      Bagaimana hukum transplantasi organ tubuh?
4.      Bolehkah transplant organ tubuh dijadikan mahar dalam sebuah pernikahan?











BAB II
Gambaran Umum Tentang Mahar Dalam Pernikahan

A.    Kajian umum tentang mahar nikah[2]
1.      Pengertian mahar
Mahar berasal dari pada perkataan Arab. Di dalam al-Quran istilah mahar disebut dengan al-sadaq, al-saduqah, al-nihlah, al-ajr, al-faridah dan al-‘aqd.
Menurut istilah syara’ mahar ialah suatu pemberian yang wajib diberikan oleh suami kepada isteri dengan sebab pernikahan.
Mengikut Tafsiran Akta Undang-Undang Keluarga Islam ( Wilayah Persekutuan ) 1984  menyatakan “ mas kahwin “  bererti pembayaran perkahwinan yang wajib dibayar dibawah Hukum Syara’ oleh suami kepada isteri pada masa perkahwinan diakad nikahkan, sama ada berupa wang yang sebenarnya dibayar atau diakui sebagai hutang dengan atau tanpa cagaran, atau berupa sesuatu yang, menurut Hukum Syara’, dapat dinilai dengan uang.
2.      Hukum memberikan mahar
Memberi mahar kepada isteri hukumnya wajib. Menurut Abu Hanifah, isteri
berhak mendapat mahar apabila akad nikahnya sah. Manakala dalam mazhab Syafi’e pula diwajibkan mahar bukan disebabkan akad nikah yang sah saja tetapi juga dengan persetubuhan. Sekiranya akad nikah tersebut fasid (tidak sah), suami
tidak wajib memberi mahar kepada isteri melainkan setelah berlakunya persetubuhan.
3.      Kadar mahar
Islam tidak menetapkan kadar serta had yang paling maksimal dan minimal dalam menentukan mahar bagi seseorang wanita. Ianya bergantung kepada uruf yaitu keadaan semasa dan suasana sesuatu tempat dan masyarakat. Sungguh pun demikian, Islam menganjurkan agar kita mengambil jalan tengah yaitu tidak meletakkan mahar terlalu tinggi  dan  tidak  pula  terlalu  rendah.
4.      Jenis mahar
a.       Mahar Musamma[3]
Mahar yang disebut dengan jelas jumlah dan jenisnya dalam suatu akad nikah seperti yang diamalkan dalam perkawinan masyarakat kita pada hari ini.
b.      Mahar Misil ( mahar yang sepadan )[4]
Mahar yang tidak disebut jumlah dan jenisnya dalam suatu akad nikah. Sekiranya berlaku keadaan ini, mahar tersebut hendaklah diqiaskan (disamakan) dengan mahar perempuan yang setaraf dengannya di kalangan keluarganya sendiri seperti adik beradik  perempuan seibu sebapa atau sebapa  atau ibu saudaranya. Sekiranya tiada, maka diqiyaskan pula dengan mahar perempuan-perempuan lain yang setaraf dengannya dari segi kedudukan dalam masyarakat dan sekiranya tiada juga, terpulang kepada suami berdasarkan kepada adat dan tradisi setempat.
















BAB III
Tinjauan Umum Transplantasi Organ Tubuh Dan Metode Qiyas

A.    Kajian Umum Tentang Transplant Organ Tubuh
1.      Definisi Transplant Organ Tubuh
Transplantasi ialah pemindahan jaringan tubuh dari satu tempat ke tempat lain (seperti menutup luka yang tidak berkulit dengan jaringan kulit dari bagian tubuh yang lain).[5]
Yang dimaksud organ ialah kumpulan jaringan yang mempunyai fungsi berbeda sehingga merupakan satu-kesatuan yang mempunyai fungsi tertentu, misalnya: jantung, ginjal, hati, dan lainnya.
Jadi dari berbagai definisi diatas, dipahami bahwa yang dimaksud dengan transplantasi ialah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan jaringan dan atau organ tubuh yang mempunyai daya hidup yang sehat dari satu tempat ke tempat lain ynag berasal dari tubuh sendiri atau orang lain atau mayat untuk menggantikan jaringan dan atau organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik dalam rangka pengobatan, estetika atau lainnya.
2.      Transplant dan Macam-macamnya
Adapun jaringan tubuh yang temasuk dalam jenis transplant adalah:
a.       Jaringan, yaitu sekelompok sel yang serupa dan mempunyai fungsi yang sama yang terorganisasi menjadi lembar-lembar longgar.
b.      Organ, yaitu kumpulan berbagai jaringan berbeda yang tersusun dalam struktur-struktur dengan batas dan bentuk yang jelas dan mempunyai aktivitas yang spesifik.
c.       Sel, yaitu unut dasar kehidupan yang memiliki pembatas dibagian luar.
Berikut adalah bagian tubuh manusia yang tergolong transplant, diantaranya:
a.       Organ toraks (bagian dada), yaitu: jantung dan puru-paru.
b.      Organ abdominal (bagian perut), yaitu: ginjal, hati,pankreas, dan usus.
c.       Jaringan, sel dan cairan tubuh, yaitu: tangan, kornea, kulit, penis, darah, katup jantung, dan tulang.
3.      Tipe-tipe Transplantasi
Ditijau dari jenis transplant yang dipakai, transplantasi dibedakan menjadi:
a.       Transplantasi sel, semisal transplantasi sum-sum tulang belakang.
b.      Transplantasi jaringan, misalnya pencangkokan kornea.
c.       Transplantasi organ, misalnya pencangkokan jantung dan ginjal.
d.      Tranplantasi cairan tubuh, misalnya pendonoran darah.
Menurut M.F.A. Woodruff bahwa, setidaknya ada tiga tipe transplantasi, yaitu:
a.       Autotranplantasi, yaitu: praktik transplantasi yang menggunakan bagian tubuh atau organ dari tubuh penderita itu sendiri., misal kulit, tulang rawan.
b.      Homotransplantasi, yaitu: praktik transplantasi yang di lakukan oleh sesama spesies, misal transplantasi organ tubuh manusia ke manusia yang lainnya.
c.       Heterotransplantasi, yaitu: praktik transplantasi yang dilakukan dengan lain spesies, misalnya transplantasi organ hewan kepada manusia.
4.      Tujuan transplantasi
Apabila transplantasi diartikan sebagai rangkaian tindakan medis untuk memindahkan jaringan atau organ tubuh yang mempunyai daya hidup yang sehat dari satu tempat ketempat yang lain yang tidak berfungsi baik dalam rangka pengobatan, atau estetika dan lainnya.
Maka indikasi transplantasi adalah ikhtiyar akhir pengobatan orang yang menderita penyakit yang merusak fungsi organ atau sel atu jaringan tubuhnya setelah semua ikhtiyar pengobatan lainnya dilakukan tapi masih mengalami kegagalan.
Dari pernyataan tersebut, dapat dipahami bahwa melakukan transplantasi itu termasuk usaha manusia untuk mengadakan pengobatan. Dapat dipastikan bahwa tujuan transplantasi adalah untuk:
a.       Kesembuhan dari suatu penyakit, misalnya kebutaan, rusaknya ginjal dan sebagainya.
b.      Pemulihan kembali fungsi sustu organ, jaringan atau sel yang telah rusak atau mengalami kelainan tetapi tidak terjadi  kesakitan biologis, misalnya bibir sumbing.
c.       Estetika, untuk mendapatkan keindahan atau kesempurnaan bentuk tubuh, misalnya bibir sumbing, putus tangan dan lainnya.
Dari uraian diatas, dapat diambil pemahaman bahwa tujuan dari transplantasi adalah bersifat kemanusiaan, menghindarkan suatu kematian yang diduga akan terjadi jika tidak dilakukan transplantasi, melepaskan rasa sakit atau kelainan biologis dan untuk memperoleh keindahan dan kesempurnaan.

B.     Kajian Umum Tentang Qiyas
1.      Definisi dan Kedudukan Qiyas
Secara etimologis, qiyas berarti mengira-ngirakan atau menyamakan.[6] Sedangkan secara terminologis, menurut ulama ushul fiqh, qiyas adalah menyamakan sesuatu yang tidak ada nas hukumnya dengan sesuatu yang ada nas hukumnya karena adanya persamaan ilat hukum.[7]
Imam syafi’i sebagai pelopor mujtahid yang menggunakan qiyas sebagai satu-satunya jalan untuk menggali hukum, mengatakan bahwa yang dinamakan ijtihad adalah qiyas, beliau berkata, bahwa ijtihad dan qiyas memiliki dua kata yang memiliki makna yang sama.[8] Artinya, dengan cara qiyas, berarti para mujtahid telah mengembalikan ketentuan hukum sesuai dengan sumbernya: al-Qur’an dan hadis.
2.      Kehujjahan Qiyas
Ayat an-nisa’ : 59 adalah menjadi dasar hukum qiyas, sebab maksud dari ungkapan “kembali kepada Allah dan Rasul” (dalam masalah khilafiah), tiada lain adalah perintah supaya menyelidiki tanda-tanda kecenderungan, apa sesungguhnya yang dikehendaki Allah dan Rasulnya. Hal ini dapat diperoleh melalui pencarian illat hukum yang merupakan tahapan dalam melakukan qiyas.[9]
3.      Rukun-Rukun Qiyas
Adapun rukun-rukun qiyas adalah sebagi berikut:
1.      Al-Ashl
       Ashl secara bahasa adalah asal, dasar, sumber, dan pangkal.[10] Sedangkan secara istilah adalah kasus lama yang dijadikan obyek penyerupaan atau kasus yang sudah ada ketetapan hukumnya secara tekstual dalam nas maupun ijma.[11]
2.      Al-far’
       Secara etimologis far’ berarti cabang.[12] Sedangkan dalam konteks qiyas, far’ diartikan sebagai kasus yang ingin diserupakan ashl karena tidak adanya nas yang jelas menyebutkan hukumnya. Maka dari itu, far’ akan diproses untuk disamakan dengan ashl.[13]
3.      Hukum ashl
       Hukum ashl adalah hukum syara’ yang pada asal berdasar pada legistimasi nas.[14] Adapun setelah proses pengqiyasan, lalu ditemukan hukum bagi far’, maka hukum far’ ini bukanlah merupakan salah satu rukun dari rukun-rukun qiyas. Hukum far’ hanyalah buah hasil dari proses qiyas. Akan tetapi menurut imam al-Isnawi, hukum far’ juga merupakan salah satu rukun qiyas. Sedangkan yang dimaksud denagn buah dari qiyas adalah pengertian akan hukum far’ tersebut.[15]
4.      Al-Illah
Menurut arti bahasa, illat diartikan sebagai hujjah atau alasan.[16] Sedang secara terminologis, illat adalah sifat yang menjadi landasan hukum ashl.[17] Karena konsekuensi dari illat adalah penetapan hukum, oleh karenanya ia harus jelas dan dapat dimengerti dan diketahui batasan-batasannya. Terkadang illat juga disebut sebagai sebab.[18]




BAB IV
Analisa Tentang Transplantasi Organ Tubuh Sebagai Mahar Dalam Pernikahan

A.  Penerapan Qiyas Pada Hukum Transpalant Organ Tubuh Sebagai Mahar Nikah
Hukum transplantasi organ ini memang bukan lagi kasus baru, dalam ranah fiqh sebagaimana awal kemunculannya. Mengenai kasus ini, sebagian memperbolehkan dan sebagian yang lain menolak argumen masing-masing. Namun demikian, transplantasi termasuk inovasi alternatif dalam dunia kedokteran. Sehingga tidak mengherankan jika tranplantasi semakin marak dan menjadi sebuah tantangan medis, baik dari pengembangannya dan teknologi praktiknya, maupun hukumnya, khususnya hukum syri’ah Islam.
Untuk memutuskan permasalahan ini. Maka, sebagai bentuk sistematisasi langkah, ada lima proses, antara lain:
1.      Menentukan hukum transplantasi organ non vital dari donor hidup.
2.      Gambaran, dan syarat-syarat mahar pernikahan.
3.      Konsep harta.
4.      Identifikasi terhadap organ tubuh, apakah masuk dalam jenis harta atau tidak, dan pengqiyasannya.
5.      Menentukan hukum transplantasi organ tubuh sebagai mahar nikah dari hasil qiyas.
a.     Hukum Transplantasi Organ Tubuh
Mayoritas ulama sepakat, bahwa transplantasi organ non vital dari donor hidup, mengacu pada pendapat fuqoha’, penulis lebih pro dengan pendapat yang mengatakan boleh melakukan transplantasi dengan beberapa ketentuan yang harus dipenuhi sebagai persyaratan proses transplantasi dilakukan, seperti uraian yang telah dijelaskan. Melihat pertimbangan-pertimbangan transplantasi dari berbagai segi sehingga, hukum yang dihasilakn menuai relevansinya dengan kemajuan dan tuntutan zaman disisi lain, pendapat yang dihasilkan lebih mewakili nilai syri’at Islam. Olehnya, pendapat ini lebih di unggulkan dari pada pendapat yang melarang.
b.    Gambaran dan Syarat Mahar
Sebagaimana telah dijelaskan diatas, bahwa syarat mahar bagaimanapun bentuknya, baik berupa barang, jasa atau manfaat lainnya, tentu harus mempunyai nilai yang layak sebagai harta yang bisa dimanfaatkan.
c.     Konsep Harta
Ulama Hanafiyyah berpendapat bahwa harta bukan saja sesuatu yang berwujud, melainkan bisa dimanfaatkan dan mempunyai nilai kebendaan.Sedangakan menurut jumhur fuqoha’ harta adalah sesuatu yang sifatnya non materi dan hak kepemilikan. Dan ada beberapa pendapat lainnya dari para ulama madzhab lainnya. Karena secara esensial pendapat yang mereka lontarkan mengarah pada satu tujuan yang sama, meski redaksi yang dipaparkan agak berbeda.
Sementara itu, ketidak sesuaian definsiyang dilontarkan oleh mayoritas ulama hanafiyyah terhaap permasalahan harta adalah sebuah pernyataan yang menyebutkan bahwa harta yang mempunyai nilai adalah adalah segala yang disukai oleh naluri manusia.
d.    Apakah Organ Termasuk Kategori Harta ?
Setelah membahas harta dan menentukan definisi yang sesuai dari hasil komparasi pandangan para ulama, penulis akan mengklasifikasi mana organ tubuh manusia yang termasuk kategori harta atau non harta dengan bentuk tabel.
Harta
Organ
Berupa materi atu non materi
Materi
Bisa dimanfaatkan dalam kehidupan
Bisa dimanfaatkan dalam kehidupan
Bisa dimiliki
Bisa dimiliki

Dari tabel diatas bisa disimpulkan dengan sederhana, bahwa organ termasuk kategori harta, karena ia telah memenuhi kriteria-kriteria harta sebagai tercantum.
e.     Bagaimana hukum transplantasi sebagai mahar nikah?
Setelah menentukan organ sebagai kategori harta, maka berlanjut pembahasan mengqiyaskan mahar. Karena, yang menjadi kata kunci dalam kasus ini adalah syarat mahar itu sendiri.
Mahar
Organ
Berupa harta/jasa
Harta bentuk materi
Bernilai
Bernilai
Bisa dimanfaatkan
Bisa dimanfaatkan
Hak milik
Hak milik
Dari sini bisa ditarik benang merah, bahwa organ telah memenuhi kelayakan untuk menjadi sebagai mahar dalam pernikahan




























BAB V
PENUTUPAN
A.    Kesimpulan
Mahar ialah suatu pemberian yang wajib diberikan oleh suami kepada isteri dengan sebab pernikahan. Kadar mahar bergantung kepada uruf yaitu keadaan semasa dan suasana sesuatu tempat dan masyarakat. Mahar di bagi dua, 1. Mahar Musamma. 2. Mahar Mitsl.
Transplantasi ialah pemindahan jaringan tubuh dari satu tempat ke tempat lain (seperti menutup luka yang tidak berkulit dengan jaringan kulit dari bagian tubuh yang lain).
Tujuan transplantasi adalah untuk:
a.       Kesembuhan dari suatu penyakit, misalnya kebutaan, rusaknya ginjal dan sebagainya.
b.      Pemulihan kembali fungsi sustu organ, jaringan atau sel yang telah rusak atau mengalami kelainan tetapi tidak terjadi  kesakitan biologis, misalnya bibir sumbing.
c.       Estetika, untuk mendapatkan keindahan atau kesempurnaan bentuk tubuh, misalnya bibir sumbing, putus tangan dan lainnya.
Transplantasi dapat berupa jaringan, sel, dan organ, cairan tubuh. Sedangkan hukum transplantasi sendiri adalah layak dijadikan mahar pernikahan dengan pendekatan qiyas, dengan demikian transplantasi bisa dijadikan sabagai mahar pernikahan.
B.     Saran
Penulisan karya tulis yang insyaallah ilmiyah ini, pastilah masih banyak sekali kekurangan-kekurangan, baik dalam prosedur penulisan atau yang lainnya. Penulis berharap karya tulis ini bisa bermanfaat khususnya bagi penulis pribadi.








DAFTAR PUSTAKA
Abu Zahrah, Muhammad, Ushul Fiqh, terj. Saefullah Ma’sum Dkk, Cet. Ke-xi, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008)
Ali & a. Zuhdi Muhdlor, Atabik, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, Cet. Ke-ix, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 2004)
Ali Hasan, Muhammad, Masail Fiqhiyah al-Haditsah(Jakarta: PT Raja Grafindo,1996),
bin Idris Al-Syafi’i, Muhammad, Al-Risalah, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah)
Bin Idris Al-Syafi’i, Muhammad, Al-Um, Al-Maktab Al-Syamilah
Khallaf, Wahab, Ilmu Ushul Al-Fiqh, (Kairo: Dar Al-Hadits, 2003)
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Indonesia Ii, (Jakarta: Balai Pustaka, 1987)
Yahya Zakariya Al-Anshari, Abu, Ghayah Al-Wushul Syarh Lubb Al-‘Usul, (Surabaya: Al-Hidayah)
Yahya Zakariya Al-Anshori As-Syafi’i, Abu, Asna Al-Matholib Fii Syarhi Roudlotu Al-Tholib, Al-Maktab Al-Syamilah
Zuhaili, Wahbah, Usul Al-Fiqh Al-Islamiy, (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1996)
http://www.islam.gov.my/sites/default/files/mahar.pdf


[1] M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah al-Haditsah(Jakarta: PT Raja Grafindo,1996), 121.
[2] http://www.islam.gov.my/sites/default/files/mahar.pdf
[3] muhammad bin idris al-syafi’i, al-um, al-maktab al-syamilah, vol: 7, hal: 154.
[4] abu yahya zakariya al-anshori as-syafi’i, asna al-matholib fii syarhi roudlotu al-tholib, al-maktab al-syamilah, vol: 2, hal: 42.
[5] tim penyusun kamus pusat pembinaan dan pengembangan bahasa, kamus besar indonesia ii, (jakarta: balai pustaka, 1987). Hal. 960.
[6] abu yahya zakariya al-anshari, ghayah al-wushul syarh lubb al-‘usul, (surabaya: al-hidayah), hal: 110.
[7] muhammad abu zahrah, ushul fiqh, terj. Saefullah ma’sum dkk, cet. Ke-xi, (jakarta: pustaka firdaus, 2008), hal: 336.
[8] Muhammad bin idris al-syafi’i, al-risalah, (beirut: dar al-kutub al-ilmiyyah), hal: 477.
[9] Muhammad abu zahrah,...hal: 341.
[10] Atabik ali & a. Zuhdi muhdlor, kamus kontemporer arab-indonesia, cet. Ke-ix, (yogyakarta: multi karya grafika, 2004), hal: 141.
[11]  Abdul Wahab Khallaf, ilmu ushul al-fiqh, (kairo: dar al-hadits, 2003), hal: 53.
[12] Atabik ali & a. Zuhdi muhdlor,...hal: 1387.
[13] Abdul Wahab khallaf,...hal: 53.
[14] Wahbah zuhaili, usul al-fiqh al-islamiy, (damaskus: dar al-fikr, 1996), hal: 606.
[15] Ibid,...hal: 606.
[16] Ibid,...hal: 606.
[17] muhammad abu zahrah,...hal: 364.
[18] abdul wahab khallaf,...hal: 56.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar