Oleh : Sdr. Badi'uzzaman
ABSTRAKSI
Perkembangan dibidang ilmu pengetahuan berkembang sangat
pesat. Salah satunya adalah dibidang kedokteran, yakni penemuan teknik
transplantasi organ. Transplantasi termasuk inovasi alternatif dalam dunia
kedokteran modern yang semakin marak dan menjadi sebuah tantangan medis, baik
dari upaya pengembangan maupun ramainya polemik yang menyangkut hukum,
khususnya hukum syari’ah Islam. Karena adanya rasa ingin tahu tentang
hukum transplantasi organ jika dijadikan mahar dalam pernikahan.
Pembuatan makalah ini berjenis penelitian
kepustakaan. Maka teknik pengumpulan datanya adalah dengan cara beberapa
literatur untuk dipelajari dan mencatat bagian-bagian penting dari leteratur
tersebut untuk kemudian diklasifikasikan sesuai dengan objek permasalahan dan pembahasan
yang diangkat dalam makalah ini. Sedangkan teknik yang digunakan adalah
deskriptik analitik, yakni dengan mengumpulkan data-data yang ada
kaitannya dengan permasalahan yang sedang dibahas. Lalu disususn, dijelaskan dan
dianalisis secara kritis.Serta deskritif deduktif, yakni dengan metode
pengumpulan data guna menjelaskan secara teratur, sistematis, faktual dan
akurat, terhadap fakta-fakta yang kemudian bisa ditarik kesimpulan dari bentuk
umum ke husus dan menuai hasil yang tentunya dapat
dipertanggungjawabkan.
Hasil temuan
analisa mengungkap hukum transpalntasi organ tubuh. karena didalam permasalahan
ini terdapat illat yang merupakan titik temu antara asl dan far’, yang mana nantinya
menjadikan hukum transplantasi organ bisa dijadikan mahar dalam pernikahan, ketika
transplantasi organ telah layak dijadikan mahar, maka barulah permasalahan ini
dapat diterapkan dalam dunia kekinian. Dijelaskan dengan cukup
sistematis dan jelas bahwa transplantasi organ bisa dijadikan
mahar dalam pernikahan.
Kata
Kunci: Transplant
organ tubuh, Mahar, Qiyas.
BAB I
Latar Belakang Permasalahan
Perkembangan dibidang ilmu pengetahuan berkembang sangat
pesat. Salah satunya adalah dibidang kedokteran, yakni penemuan teknik
transplantasi organ. Yaitu pemindahan organ tubuh yang masih mempunyai daya
hidup sehatuntuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat atau tidak berfungsi
dengan baik.[1]
Secara faktual, hal sangat berguna dan dapat membantu kesembuhan bagi mereka
yang sebagian organnya sakit atau tidak berfungsi dengan baik untuk digantikan
organ lain baik dari dirinya sendiri, organ manusia lain, bahkan organ hewan.
Transplantasi termasuk inovasi alternatif dalam dunia
kedokteran modern yang semakin marak dan menjadi sebuah tantangan medis, baik
dari upaya pengembangan maupun ramainya polemik yang menyangkut hukum,
khususnya hukum syari’ah Islam.
Makalah ini ditulis, selain untuk tuntutan sebagai tugas,
juga karena adanya rasa ingin tahu
tentang hukum transplantasi organ jika dijadikan mahar dalam pernikahan, secara
ringkas. Dengan menggunakan pendekatan kaidah-kaidah umum, seperti qiyas,
dan kaidah lain. Dengan harapan menghasilkan penyelesaian bisa dipertanggung
jawabkan.
·
Rumusan masalah
1. Bagaimana bentuk mahar yang di gambarkan dalam
nash-nash hukum Islam?
2. Apakah organ tubuh bisa diqiyaskan dengan
harta dan jasa?
3. Bagaimana hukum transplantasi organ tubuh?
4. Bolehkah transplant organ tubuh dijadikan
mahar dalam sebuah pernikahan?
BAB II
Gambaran Umum Tentang Mahar Dalam Pernikahan
A.
Kajian umum tentang mahar nikah[2]
1.
Pengertian mahar
Mahar berasal dari pada
perkataan Arab. Di dalam al-Quran istilah mahar disebut dengan al-sadaq, al-saduqah,
al-nihlah, al-ajr, al-faridah dan al-‘aqd.
Menurut istilah syara’
mahar ialah suatu pemberian yang wajib diberikan oleh suami kepada isteri dengan sebab
pernikahan.
Mengikut Tafsiran
Akta Undang-Undang Keluarga Islam ( Wilayah Persekutuan ) 1984 menyatakan “
mas kahwin “ bererti pembayaran
perkahwinan yang wajib dibayar dibawah Hukum Syara’
oleh suami kepada isteri pada masa perkahwinan diakad nikahkan, sama ada
berupa wang yang sebenarnya dibayar atau diakui sebagai hutang dengan atau
tanpa cagaran, atau berupa sesuatu yang, menurut Hukum Syara’, dapat dinilai dengan uang.
2. Hukum memberikan mahar
Memberi mahar kepada
isteri hukumnya wajib. Menurut Abu Hanifah, isteri
berhak mendapat mahar apabila akad nikahnya sah. Manakala dalam mazhab Syafi’e pula diwajibkan mahar bukan disebabkan akad nikah yang sah saja tetapi juga dengan persetubuhan. Sekiranya akad nikah tersebut fasid (tidak sah), suami tidak wajib memberi mahar kepada isteri melainkan setelah berlakunya persetubuhan.
berhak mendapat mahar apabila akad nikahnya sah. Manakala dalam mazhab Syafi’e pula diwajibkan mahar bukan disebabkan akad nikah yang sah saja tetapi juga dengan persetubuhan. Sekiranya akad nikah tersebut fasid (tidak sah), suami tidak wajib memberi mahar kepada isteri melainkan setelah berlakunya persetubuhan.
3. Kadar mahar
Islam tidak menetapkan kadar serta had yang paling maksimal dan
minimal
dalam menentukan mahar bagi seseorang wanita. Ianya bergantung kepada uruf
yaitu keadaan semasa dan suasana sesuatu tempat dan masyarakat. Sungguh pun
demikian, Islam menganjurkan agar kita mengambil jalan tengah yaitu tidak
meletakkan mahar terlalu tinggi dan tidak
pula terlalu rendah.
4.
Jenis mahar
a.
Mahar Musamma[3]
Mahar yang disebut dengan jelas
jumlah dan jenisnya dalam suatu akad nikah seperti yang diamalkan dalam perkawinan
masyarakat kita pada hari ini.
b. Mahar Misil ( mahar yang sepadan )[4]
Mahar yang tidak disebut jumlah dan
jenisnya dalam suatu akad nikah. Sekiranya berlaku keadaan ini, mahar tersebut
hendaklah diqiaskan (disamakan) dengan mahar perempuan yang setaraf dengannya
di kalangan keluarganya sendiri seperti adik beradik perempuan seibu sebapa atau sebapa atau ibu saudaranya. Sekiranya tiada, maka diqiyaskan pula dengan mahar
perempuan-perempuan lain yang setaraf dengannya dari segi kedudukan dalam
masyarakat dan sekiranya tiada juga, terpulang kepada suami berdasarkan kepada
adat dan tradisi setempat.
BAB III
Tinjauan Umum Transplantasi Organ Tubuh Dan Metode Qiyas
A.
Kajian Umum Tentang Transplant Organ Tubuh
1.
Definisi Transplant Organ Tubuh
Transplantasi ialah pemindahan jaringan tubuh dari satu tempat ke tempat lain (seperti
menutup luka yang tidak berkulit dengan jaringan kulit dari bagian tubuh yang
lain).[5]
Yang dimaksud organ ialah kumpulan jaringan yang mempunyai fungsi
berbeda sehingga merupakan satu-kesatuan yang mempunyai fungsi tertentu,
misalnya: jantung, ginjal, hati, dan lainnya.
Jadi dari berbagai definisi diatas, dipahami bahwa yang dimaksud
dengan transplantasi ialah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan jaringan
dan atau organ tubuh yang mempunyai daya hidup yang sehat dari satu tempat ke
tempat lain ynag berasal dari tubuh sendiri atau orang lain atau mayat untuk
menggantikan jaringan dan atau organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi
dengan baik dalam rangka pengobatan, estetika atau lainnya.
2.
Transplant dan Macam-macamnya
Adapun jaringan tubuh yang temasuk dalam jenis transplant adalah:
a.
Jaringan, yaitu sekelompok sel yang serupa dan mempunyai fungsi
yang sama yang terorganisasi menjadi lembar-lembar longgar.
b.
Organ, yaitu kumpulan berbagai jaringan berbeda yang tersusun dalam
struktur-struktur dengan batas dan bentuk yang jelas dan mempunyai aktivitas
yang spesifik.
c.
Sel, yaitu unut dasar kehidupan yang memiliki pembatas dibagian
luar.
Berikut adalah bagian tubuh manusia
yang tergolong transplant, diantaranya:
a.
Organ toraks (bagian dada), yaitu: jantung dan puru-paru.
b.
Organ abdominal (bagian perut), yaitu: ginjal, hati,pankreas, dan
usus.
c.
Jaringan, sel dan cairan tubuh, yaitu: tangan, kornea, kulit,
penis, darah, katup jantung, dan tulang.
3.
Tipe-tipe Transplantasi
Ditijau dari jenis transplant yang dipakai,
transplantasi dibedakan menjadi:
a.
Transplantasi sel, semisal transplantasi sum-sum tulang belakang.
b.
Transplantasi jaringan, misalnya pencangkokan kornea.
c.
Transplantasi organ, misalnya pencangkokan jantung dan ginjal.
d.
Tranplantasi cairan tubuh, misalnya pendonoran darah.
Menurut M.F.A. Woodruff bahwa, setidaknya ada tiga
tipe transplantasi, yaitu:
a. Autotranplantasi, yaitu: praktik transplantasi yang
menggunakan bagian tubuh atau organ dari tubuh penderita itu sendiri., misal
kulit, tulang rawan.
b. Homotransplantasi, yaitu: praktik transplantasi yang di lakukan
oleh sesama spesies, misal transplantasi organ tubuh manusia ke manusia yang
lainnya.
c. Heterotransplantasi, yaitu: praktik transplantasi yang dilakukan
dengan lain spesies, misalnya transplantasi organ hewan kepada manusia.
4. Tujuan transplantasi
Apabila transplantasi diartikan sebagai rangkaian
tindakan medis untuk memindahkan jaringan atau organ tubuh yang mempunyai daya
hidup yang sehat dari satu tempat ketempat yang lain yang tidak berfungsi baik
dalam rangka pengobatan, atau estetika dan lainnya.
Maka indikasi transplantasi adalah ikhtiyar akhir
pengobatan orang yang menderita penyakit yang merusak fungsi organ atau sel atu
jaringan tubuhnya setelah semua ikhtiyar pengobatan lainnya dilakukan tapi
masih mengalami kegagalan.
Dari pernyataan tersebut, dapat dipahami bahwa melakukan
transplantasi itu termasuk usaha manusia untuk mengadakan pengobatan. Dapat
dipastikan bahwa tujuan transplantasi adalah untuk:
a. Kesembuhan dari suatu penyakit, misalnya kebutaan,
rusaknya ginjal dan sebagainya.
b. Pemulihan kembali fungsi sustu organ, jaringan atau sel
yang telah rusak atau mengalami kelainan tetapi tidak terjadi kesakitan biologis, misalnya bibir sumbing.
c. Estetika, untuk mendapatkan keindahan atau
kesempurnaan bentuk tubuh, misalnya bibir sumbing, putus tangan dan lainnya.
Dari uraian diatas, dapat diambil pemahaman
bahwa tujuan dari transplantasi adalah bersifat kemanusiaan, menghindarkan
suatu kematian yang diduga akan terjadi jika tidak dilakukan transplantasi,
melepaskan rasa sakit atau kelainan biologis dan untuk memperoleh keindahan dan
kesempurnaan.
B.
Kajian Umum Tentang Qiyas
1.
Definisi dan Kedudukan Qiyas
Secara etimologis, qiyas berarti mengira-ngirakan atau menyamakan.[6]
Sedangkan secara terminologis, menurut ulama ushul fiqh, qiyas adalah
menyamakan sesuatu yang tidak ada nas hukumnya dengan sesuatu yang ada nas
hukumnya karena adanya persamaan ilat hukum.[7]
Imam syafi’i sebagai pelopor mujtahid yang menggunakan qiyas
sebagai satu-satunya jalan untuk menggali
hukum, mengatakan bahwa yang dinamakan ijtihad adalah qiyas,
beliau berkata, bahwa ijtihad dan qiyas memiliki dua kata yang
memiliki makna yang sama.[8]
Artinya, dengan cara qiyas, berarti para mujtahid telah mengembalikan
ketentuan hukum sesuai dengan sumbernya: al-Qur’an dan hadis.
2.
Kehujjahan Qiyas
Ayat an-nisa’ : 59 adalah menjadi dasar hukum qiyas, sebab
maksud dari ungkapan “kembali kepada Allah dan Rasul” (dalam masalah
khilafiah), tiada lain adalah perintah supaya menyelidiki tanda-tanda
kecenderungan, apa sesungguhnya yang dikehendaki Allah dan Rasulnya. Hal ini
dapat diperoleh melalui pencarian illat hukum yang merupakan tahapan dalam melakukan qiyas.[9]
3.
Rukun-Rukun Qiyas
Adapun rukun-rukun
qiyas adalah sebagi berikut:
1.
Al-Ashl
Ashl secara bahasa
adalah asal, dasar, sumber, dan
pangkal.[10]
Sedangkan secara istilah
adalah kasus lama yang dijadikan obyek penyerupaan atau kasus yang sudah ada ketetapan hukumnya secara tekstual dalam nas maupun
ijma’.[11]
2.
Al-far’
Secara etimologis far’
berarti cabang.[12]
Sedangkan dalam konteks qiyas, far’ diartikan sebagai kasus yang ingin
diserupakan ashl karena tidak adanya nas yang jelas menyebutkan hukumnya. Maka dari
itu, far’ akan diproses untuk disamakan dengan ashl.[13]
3.
Hukum ashl
Hukum ashl adalah hukum syara’
yang pada asal berdasar pada legistimasi nas.[14]
Adapun setelah proses pengqiyasan, lalu ditemukan hukum bagi far’, maka
hukum far’ ini bukanlah merupakan salah satu rukun dari rukun-rukun qiyas.
Hukum far’ hanyalah buah hasil dari proses qiyas. Akan tetapi
menurut imam al-Isnawi, hukum far’ juga merupakan salah satu rukun qiyas.
Sedangkan yang dimaksud denagn buah dari qiyas adalah pengertian akan
hukum far’ tersebut.[15]
4.
Al-Illah
Menurut arti bahasa, illat diartikan sebagai hujjah
atau alasan.[16]
Sedang secara terminologis, illat adalah sifat yang menjadi landasan
hukum ashl.[17]
Karena konsekuensi dari illat adalah penetapan hukum, oleh karenanya ia
harus jelas dan dapat dimengerti dan diketahui batasan-batasannya. Terkadang illat
juga disebut sebagai sebab.[18]
BAB IV
Analisa Tentang Transplantasi Organ Tubuh Sebagai Mahar
Dalam Pernikahan
A.
Penerapan Qiyas Pada Hukum
Transpalant Organ Tubuh Sebagai Mahar Nikah
Hukum transplantasi organ ini memang bukan
lagi kasus baru, dalam ranah fiqh sebagaimana awal kemunculannya. Mengenai
kasus ini, sebagian memperbolehkan dan sebagian yang lain menolak argumen
masing-masing. Namun demikian, transplantasi termasuk inovasi alternatif dalam
dunia kedokteran. Sehingga tidak mengherankan jika tranplantasi semakin marak
dan menjadi sebuah tantangan medis, baik dari pengembangannya dan teknologi
praktiknya, maupun hukumnya, khususnya hukum syri’ah Islam.
Untuk memutuskan permasalahan ini. Maka,
sebagai bentuk sistematisasi langkah, ada lima proses, antara lain:
1. Menentukan hukum transplantasi organ non vital
dari donor hidup.
2. Gambaran, dan syarat-syarat mahar pernikahan.
3. Konsep harta.
4. Identifikasi terhadap organ tubuh, apakah
masuk dalam jenis harta atau tidak, dan pengqiyasannya.
5. Menentukan hukum transplantasi organ tubuh
sebagai mahar nikah dari hasil qiyas.
a. Hukum Transplantasi Organ Tubuh
Mayoritas ulama sepakat, bahwa transplantasi
organ non vital dari donor hidup, mengacu pada pendapat fuqoha’, penulis lebih
pro dengan pendapat yang mengatakan boleh melakukan transplantasi dengan
beberapa ketentuan yang harus dipenuhi sebagai persyaratan proses transplantasi
dilakukan, seperti uraian yang telah dijelaskan. Melihat
pertimbangan-pertimbangan transplantasi dari berbagai segi sehingga, hukum yang
dihasilakn menuai relevansinya dengan kemajuan dan tuntutan zaman disisi lain,
pendapat yang dihasilkan lebih mewakili nilai syri’at Islam. Olehnya, pendapat
ini lebih di unggulkan dari pada pendapat yang melarang.
b. Gambaran dan Syarat Mahar
Sebagaimana telah dijelaskan diatas, bahwa
syarat mahar bagaimanapun bentuknya, baik berupa barang, jasa atau manfaat
lainnya, tentu harus mempunyai nilai yang layak sebagai harta yang bisa
dimanfaatkan.
c. Konsep Harta
Ulama Hanafiyyah berpendapat bahwa harta bukan
saja sesuatu yang berwujud, melainkan bisa dimanfaatkan dan mempunyai nilai
kebendaan.Sedangakan menurut jumhur fuqoha’ harta adalah sesuatu yang sifatnya
non materi dan hak kepemilikan. Dan ada beberapa pendapat lainnya dari para
ulama madzhab lainnya. Karena secara esensial pendapat yang mereka lontarkan
mengarah pada satu tujuan yang sama, meski redaksi yang dipaparkan agak
berbeda.
Sementara itu, ketidak sesuaian definsiyang
dilontarkan oleh mayoritas ulama hanafiyyah terhaap permasalahan harta adalah
sebuah pernyataan yang menyebutkan bahwa harta yang mempunyai nilai adalah
adalah segala yang disukai oleh naluri manusia.
d. Apakah Organ Termasuk Kategori Harta ?
Setelah membahas harta dan menentukan definisi
yang sesuai dari hasil komparasi pandangan para ulama, penulis akan
mengklasifikasi mana organ tubuh manusia yang termasuk kategori harta atau non
harta dengan bentuk tabel.
Harta
|
Organ
|
Berupa materi atu non materi
|
Materi
|
Bisa dimanfaatkan dalam kehidupan
|
Bisa dimanfaatkan dalam kehidupan
|
Bisa dimiliki
|
Bisa dimiliki
|
Dari tabel diatas bisa disimpulkan dengan
sederhana, bahwa organ termasuk kategori harta, karena ia telah memenuhi
kriteria-kriteria harta sebagai tercantum.
e. Bagaimana hukum transplantasi sebagai mahar
nikah?
Setelah menentukan organ sebagai kategori
harta, maka berlanjut pembahasan mengqiyaskan mahar. Karena, yang menjadi kata
kunci dalam kasus ini adalah syarat mahar itu sendiri.
Mahar
|
Organ
|
Berupa harta/jasa
|
Harta bentuk materi
|
Bernilai
|
Bernilai
|
Bisa dimanfaatkan
|
Bisa dimanfaatkan
|
Hak milik
|
Hak milik
|
Dari sini bisa ditarik benang merah, bahwa organ telah
memenuhi kelayakan untuk menjadi sebagai mahar dalam pernikahan
BAB V
PENUTUPAN
A.
Kesimpulan
Mahar ialah suatu pemberian yang
wajib diberikan oleh suami kepada isteri dengan sebab pernikahan. Kadar mahar
bergantung kepada uruf yaitu
keadaan semasa dan suasana sesuatu tempat dan masyarakat. Mahar di bagi dua, 1. Mahar Musamma.
2. Mahar Mitsl.
Transplantasi ialah pemindahan jaringan tubuh dari satu tempat ke tempat lain (seperti
menutup luka yang tidak berkulit dengan jaringan kulit dari bagian tubuh yang
lain).
Tujuan transplantasi adalah untuk:
a. Kesembuhan dari suatu penyakit, misalnya kebutaan,
rusaknya ginjal dan sebagainya.
b. Pemulihan kembali fungsi sustu organ, jaringan atau sel
yang telah rusak atau mengalami kelainan tetapi tidak terjadi kesakitan biologis, misalnya bibir sumbing.
c. Estetika, untuk mendapatkan keindahan atau
kesempurnaan bentuk tubuh, misalnya bibir sumbing, putus tangan dan lainnya.
Transplantasi dapat
berupa jaringan, sel, dan organ, cairan tubuh. Sedangkan hukum transplantasi
sendiri adalah layak dijadikan mahar pernikahan dengan pendekatan qiyas,
dengan demikian transplantasi bisa dijadikan sabagai mahar pernikahan.
B. Saran
Penulisan karya
tulis yang insyaallah ilmiyah ini, pastilah masih banyak sekali
kekurangan-kekurangan, baik dalam prosedur penulisan atau yang lainnya. Penulis
berharap karya tulis ini bisa bermanfaat khususnya bagi penulis pribadi.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Zahrah,
Muhammad,
Ushul Fiqh, terj.
Saefullah Ma’sum Dkk, Cet. Ke-xi, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008)
Ali & a.
Zuhdi Muhdlor, Atabik, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, Cet. Ke-ix, (Yogyakarta:
Multi Karya Grafika, 2004)
Ali Hasan,
Muhammad, Masail Fiqhiyah al-Haditsah(Jakarta: PT Raja Grafindo,1996),
bin Idris
Al-Syafi’i, Muhammad, Al-Risalah,
(Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah)
Bin Idris
Al-Syafi’i, Muhammad, Al-Um, Al-Maktab Al-Syamilah
Khallaf, Wahab, Ilmu Ushul Al-Fiqh, (Kairo: Dar
Al-Hadits, 2003)
Tim Penyusun
Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Indonesia Ii,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1987)
Yahya Zakariya
Al-Anshari, Abu, Ghayah Al-Wushul Syarh Lubb Al-‘Usul, (Surabaya:
Al-Hidayah)
Yahya
Zakariya Al-Anshori As-Syafi’i, Abu, Asna Al-Matholib Fii Syarhi Roudlotu Al-Tholib,
Al-Maktab Al-Syamilah
Zuhaili, Wahbah, Usul Al-Fiqh Al-Islamiy, (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1996)
http://www.islam.gov.my/sites/default/files/mahar.pdf
[3]
muhammad bin idris al-syafi’i, al-um, al-maktab al-syamilah, vol: 7,
hal: 154.
[4] abu yahya zakariya al-anshori as-syafi’i, asna
al-matholib fii syarhi roudlotu al-tholib, al-maktab al-syamilah, vol: 2,
hal: 42.
[5] tim
penyusun kamus pusat pembinaan dan pengembangan bahasa, kamus besar indonesia
ii, (jakarta: balai pustaka, 1987). Hal. 960.
[6] abu
yahya zakariya al-anshari, ghayah al-wushul syarh lubb al-‘usul,
(surabaya: al-hidayah), hal: 110.
[7]
muhammad abu zahrah, ushul fiqh, terj. Saefullah ma’sum dkk, cet. Ke-xi,
(jakarta: pustaka firdaus, 2008), hal: 336.
[8] Muhammad
bin idris al-syafi’i, al-risalah,
(beirut: dar al-kutub al-ilmiyyah), hal: 477.
[9] Muhammad
abu zahrah,...hal: 341.
[10] Atabik ali & a. Zuhdi
muhdlor, kamus kontemporer arab-indonesia, cet. Ke-ix, (yogyakarta:
multi karya grafika, 2004), hal: 141.
[11] Abdul
Wahab Khallaf, ilmu ushul al-fiqh, (kairo: dar al-hadits, 2003), hal:
53.
[12] Atabik
ali & a. Zuhdi muhdlor,...hal: 1387.
[13] Abdul
Wahab khallaf,...hal: 53.
[14] Wahbah zuhaili, usul al-fiqh
al-islamiy, (damaskus: dar al-fikr, 1996), hal: 606.
[15] Ibid,...hal:
606.
[16] Ibid,...hal:
606.
[17] muhammad abu zahrah,...hal:
364.
[18]
abdul wahab khallaf,...hal: 56.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar