Minggu, 24 April 2011

hadist pembahasan li'an

A. PENDAHULUAN
Hukum islam dalam suatu perkara memberi kesempatan untuk menyelesaikan pada para pihak untuk menyelesaikan masalah nya sendiri termasuk dengan cara perdamaian yang dengan cepat menyelesaikan masalah dua belah pihak berselisih, hanya saja ketika akan timbul masalah besar atau dirasa tidak terima dari para pihak maka masalah yang diperkarakan itu bisa diajukan kepada hakim atau biasa disebut gugatan atau dakwaan dengan tujuan mempertahankan hak atau pencapaian keadilan atas pihak yang dirugikan.
Dalam peradilah Agama islam di Indonesia terdapat beberapa syariat islam yang telah terbingkai dan ditetapkan dalam peradilan islam dengan tujuan adanya perpaduan dari kebenaran syariat dan proses untuk memperoleh suatu hak dapat memperoleh kekuatan hukum dimata Syari’at islam ataupun Negara.
Gugat cerai dalam syari’at Islam telah ada sejak dizaman Nabi Muhammad SAW sampai sekarang, tapi untuk konteks kekinian gugat cerai harus melalui prosedur hukum yang berlaku yaitu melalui lembaga hukum yang berlaku.
Dalam makalah ini akan diulas kajian gugat cerai atas dasar tuduhan zina oleh suami atau pihak istri  dalam peradilan agama islam yang didasari dari kajian Hadist dan didudkung dalam pasal – pasal hukum positif (Hukum  perdata ) di Indonesia.
hadist :
Dari Muhammad Bin Rofi menceritakan pada kita, Abdurrozaq menceritakan kepada kita, Ibnu juraj member khobar kebpada kita, Ibnu Syihab member khobar kepada kita tentang dua orang yang saling meli’an dan tentang kesunatan kepada kedua orang tersebut. Dari sahal bin sa’id saudaraku dari Bani sa’idah. Sesungguhnya laki-laki dari kaum Anshar Datang kepada Nabi Muhammad Saw. Kemudian ia berkata : Wahaiutusan Allah apakah pendapatmu tentang seorang  laki – laki yang menjumpai | menemui laki – laki lain bersama istrinya ?
Dan sahal meyebutkan terusan hadist dengan ceritanya dan menambahi didalamnya :Maka laki – laki tadi dan istrinya Meli’an ( menduduh zina ) didalam masjid dan aku menyaksikannya. Dan sahal berkata dalam Hadist ini : Maka lelaki tersebut menthalaq istrinya tiga kali sebelum Rasulullah menyuruhnya dan lelaki tadi mencerai istrinya didepan Nabi Muhammad SAW. Kemudian Nabi bersabda : bagi kalian adalah pisah diantara setiap dua orang melakukan Li’an.
PEMBAHASAN HADIST
Dalam kajian Fikh ada beberapa hal yang menyebabkan pisahnya hubungan dalam suami istri dan termasuk adalah tuduhan zina yang dilakukan oleh pihak istri atau suami.
Pengertian zina menurut Ensiklopedi  Hukum islam adalah : Hubungan antara seorang laki – laki dengan seorang perempuan yang tidak ada atau belum diikat dalam perkawinan tanpa disertai unsure keraguan dalam melakukan hubungan seksual tersebut [1] sedangkan menurut fuqoha dari kalangna mazdhab Hanafi Zina adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh orang laki – laki secara sadar terhadap perempuan disertai dengan nafsuseksual diantara keduanya meraka tidak atau belum ada ikatan perkawinan secara sah atau ikatan perkawinan syubhat, yaitu perkawinan uang diragukan keabsahannya[2]
Dalam hadist diatas dapat diambil kesimpulan bahwasannya suami istri yang saling bersumpah Li’an itu menimbulkan  konsekweni  berakhirnya hubungan suami istri tersebut (Dzakumuttafriiqu bayna kulla mutalaa’inaini )
Dalam pasal 38 UU No. Tahun 1974 jo. Pasal 113 KHI disebutkan bahwa, perkawinan putus karena kematian, perceraian, atau atas keputusan pengadilan dan khusus cerai gugat ( pasal 73- pasal 86 ), cerai denag alas an zina ( pasal 87 – pasal 88 ).
Pasal 87 :
( 1 ) Apabila permohonan atau gugatan cerai oleh alasan salah satu pihak melakukan zina,Sedangkan pemohon atau penggugat tidak dapat melengkapi bukti – bukti termohon atau tergugat menyaggah alas an tersebut , dan hakim berpendapat bahwa permohonan atau gugatan itu bukan tiada pada pembuktian sama sekaliserta upaya peneguhan alat bukti tidak mungkin lagi diperoleh baik dari pemohon atau penggugat maupun dari termohon atau tergugat, maka hakim karena jabatannya dapat menyuruh pemohon atau penggugat untuk bersumpah.
( 2 ) Pihak termohon atau tergugat diberi kesempatan pula untuk meneguhkan sanggahannya dengan cara yang sama.
Pasal 88 :
( 1 ) Apabila sumpah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 87 ayat 1 dilakukan oleh suami, maka penyelesaiannya dapat di laksanakan dengan cara Li’an
( 2 ) Apabila sumpah sebagaimana ynag dimaksud dalam pasal 87 ayat 1 dilakukan oleh istri maka penyelesaina dilaksanakan dengan hukum acara uang berlaku
Dalam KHI hal ini diatur dalam pasal 127 yang pada intinya menyatakan bahwa :
a. suami bersumpah empat kali dengan kata tuduhan zina dan atau pengingkaran anank tersebut diikuti sumpah ke lima dengan kata – kata la’nat Allah atas dirinya apabila tuduhan dan atau pengingkaran tersebut dusta
b. Istri menolak tuduhan dan atau pengingkaran tersebut dengan sumpah empat kali dengan kata “ Tuduhan dan atau pengingkaran tresebut “ tidak benar, diikuti sumpah kelima dengan kata – kata “ Murka allah atas dirinya ( IstrI ) bila tuduhan dan atau pengingkaran tersebut benar”.
c. Tata cara pada huruf a dan huruf b tersebut merupakan satu kesatuan yang takterpisahkan :
d. apabila tata cara huruf a tidak dikuti dengan tata cara huruf b , maka dianggap tidak terjadi li’an.
Dalam pasal 128 disebutkan bahwa li’an hanya sah bila dilakukan dihadapan siding pengadilan agama.











[1] Wismar Ain Marzuqi, et.al.,Aspek pidana Dalam Hukum Islam, Jakarta : BAdan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005, hal.86.
[2] ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar